Insane (Oneshoot)

Insane

Dear,
Kwon Yuri , Lee Taeyong , Park Jimin

Cover,
Alkindi Art

Story,
pure mine

Sequel of “[Special Yuri’s Birthday] Invitation (Ficlet)”

HAPPY READING

“Aku mulai gila,”

Pertemuannya dengan Lee Taeyong mengundang berbagai macam pertanyaan. Lee Teyong, pemuda arrogant itu takluk dengan seorang Kwon Yuri? Apa itu benar? Yuri selalu bertanya-bertanya semenjak hari itu. Berbagai pertanyaan mengenai seorang Lee Taeyong muncul dalam pikirannya. Lee Taeyong. Pemuda tampan yang wajahnya menyerupai tokoh anime. Ada satu hal yang masih mengganggu Yuri.

Park Jimin.

Yuri tidak bisa mengelak bahwa ia masih menyukai sosok Park Jimin. Meski, jika diamati sosok Lee Taeyong lebih tampan dari Jimin. Tapi tetap saja, nama Park Jimin masih mengisi ruang di hatinya. Park Jimin memang membuatnya sakit di hari ulang tahunnya. Park Jimin berciuman dengan salah satu gadis yang berada satu tingkat di bawahnya.

Barangkali pikirannya akan lebih baik, Yuri memutuskan untuk pergi ke kantin. Menyusul Yoona tentunya. Yuri menyimpan bukunya. Sejemang saja gadis itu berpikir, ia mulai melangkah. Sesuatu mencuri atensinya.

Sesungguhnya gadis itu tidak pernah meduga bahwa Lee Taeyong bisa saja muncul di hadapannya. Kendati demikian, apa yang ia pikirkan memang benar. Lee Taeyong berada tepat di hadapannya. Dengan tatapan tajam, seolah Taeyong ingin memusnahkan Yuri saat ini juga. Yuri tergelitik, tatapan Taeyong benar-benar menghunusnya.

Sejauh apapun Yuri berpikir, Taeyong tidak akan melakukan hal aneh yang berada di pikirannya. Setiap pasang mata tertuju pada keduanya. Tentu yang berada di kelas Yuri.

“Permisi, aku mau lewat.”

Mengindahkan. Salah satu hal yang Taeyong lakukan. Yuri berdecak kesal. Dengan sangat terpaksa ia harus menatap kedua mata elang Lee Taeyong. Tolong seseorang, ingatkan Yuri untuk bernapas saat ini juga. Ia berhadapan dengan anime hidup di dunia nyata. Rasanya seperti mimpi. Bahkan dalam jarak yang cukup dekat.

Taeyong tersenyum timpang. Dengan tersenyum seperti itu saja mampu membuat Yuri terhenyak. Senyum timpang Taeyong yang menghayutkan membuat Yuri hampir kehilangan kesadaran.

“Ada satu syarat,”

Yuri berjengit. Taeyong mengucapkan sesuatu yang tidak disukai oleh Yuri. “Apa syaratnya? Aku hanya ingin pergi ke kantin‒”

“Itu dia,”

“Apanya?”

Taeyong menarik pergelangan tangan gadis itu. Menuntun langkahnya ke tempat yang ingin Yuri datangi. Kantin. Yuri menatap Taeyong bingung. Taeyong membawanya ke kantin, apa hal tersebut merupakan syarat yang Taeyong maksud? Atau bahkan salah satunya?

“K-Kenapa kau membawaku ke sini?”

Yuri sedikit tertunduk. Semua pasang mata mengarah tepat kepada dirinya dan sosok Lee Taeyong yang masih menggenggam pergelangan tangannya. “Pergi ke kantin bersamaku, itu syaratnya.”

Yuri tidak tahu harus memperlakukan Taeyong seperti apa. Taeyong tampan, namun sampai saat ini pemud itu belum bisa mencuri hatinya seperti yang Yoona harapkan. Selama ini, sahabatnya itu berharap bahwa Yuri akan tertarik dengan Taeyong perlahan demi perlahan. Nyatanya, belum.

Yuri mendapati sosok Yoona yang menatapnya dengan senyum aneh. Dari sudut matanya, Yuri melihat Yoona bersama dengan Joonmyeon. Kemudian, ia merasakan sebuah tangan menariknya lagi. Tangan yang sama. Tangan milik Lee Taeyong.

“Lee Taeyong bersama dengan Kwon Yuri? Yang benar saja, dia lebih pantas denganku daripada gadis itu.” Ini yang Yuri benci ketika ia harus bersama dengn Taeyong. Para penggemar Taeyong akan mengatakan hal yang menyesakkan baginya.

Taeyong membawanya ke salah satu meja. Yang Yuri sesali, mengapa hanya terdapat meja kosong di samping meja yang Park Jimin tempati. Tidak bisa dipungkiri bahwa Jimin melirik ke arahnya dengan tatapan aneh. Yuri mengembuskan napas pelan. Ia harus mengontrol detak jantungnya sebaik mungkin. Taeyong duduk berseberangan di hadapannya. Tepat di meja samping, Park Jimin berada. Demi apapun, Yuri harus mengatasi situasi ini dengan baik.

“Jimin oppa, ada apa?”

Yuri mengenal suara yang memanggil Jimin dengan lembut tersebut. Tidak salah lagi. Itu suara tetangganya. Neulra. Gadis cantik pemilik senyum cerah bak malaikat. Tidak salah bila Jimin bersama dengan gadis itu.

Menyadari dengan apa yang mencuri atensi Yuri saat ini, Taeyong menatap Yuri lamat. Pemuda itu benar-benar menyukai Yuri. Dari cara gadis itu yang tidak biasa, Taeyong menyuakainya. Yuri tidak pernah menutupi tingkahnya ketika berada di hadapan siapa saja. Ia akan menunjukkan sifat aslinya yang justru menarik atensi banyak orang.

“Apa yang ingin kau pesan?”

Pertanyaan Taeyong sukses mengalihkan atensi Yuri. Betapa bodohnya Yuri. Memikirkan orang lain ketika orang yang menyukainya berada di depan mata. “Terserahmu saja, ah! Apa perlu aku yang mengambilkannya?”

Taeyong menggeleng. Mencegah Yuri yang ingin beranjak dari tempatnya. “Tidak, itu tugasku. Terserahku? Baiklah, aku akan memilihkan yang lezat untukmu.” Yuri ingin meleleh. Selepas Taeyong berlalu memesankan makanan, Yuri terdiam. Tiba-tiba saja gadis itu tersenyum. Namun ia masih ragu mengenai perasaan Taeyong. Tanpa ia sadari, Jimin mengamatinya. Tatapan penuh ketidaksukaan yang jarang terlihat.

Oh! Lihat siapa yang akan pulang bersama,”

Yuri beralih pandang. Ia tengah menata buku-bukunya dan mendengar sebuah seruan aneh dari bibir Yoona. Saat itu juga, ia menyadari bahwa Taeyong menunggu di depan kelas seraya mengenakan jaket hitam. Yuri tidak yakin. Apakah Taeyong akan mengantarnya pulang atau mungkin meminta pengembalian uang mengenai apa yang dibelinya di kantin. Untuk pilihan kedua, Yuri yakin Taeyong bukanlah seorang yang seperti itu.

“Jadi, kalian akan pulang berdua setelah ini?” Yoona bertanya kepada Taeyong tanpa ragu. Taeyong tidak menjawab. Melainkan tersenyum simpul sembari menatap Yuri penuh arti. Yuri menahan napasnya. Sejujurnya ia takhluk dengan tatapan Taeyong. Tatapan Taeyong benar-benar sesuatu yang mampu memporak-porandakan persepsinya.

“Yuri!”

Sangat mengejutkan. Park Jimin menyerukan nama Yuri dan menghampiri keberadaannya. Yoona membulatkan kedua matanya. Park Jimin datang dengan senyum merekah. Tanpa adanya sebersit rasa bersalah. Taeyong menajamkan pandangannya. Melihat Park Jimin di saat ia hampir dekat dengan Yuri, Taeyong tidak menyukainya.

Sementara Yuri, gadis itu mematung. Suatu keajaiban seorang Park Jimin memanggilnya. Namun, ia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Kendati di sampingnya hadir seorang Lee Taeyong. Taeyong menyukainya. Yuri tidak ingin menimbulkan permasalahan baru dengan kesenangan yang melanda hatinya saat ini.

“Pulang bersama?”

Huh?” Yuri memicingkan kedua netranya. Tidak jauh dengan yang Yoona lakukan. Taeyong mendegus pelan. Menahan emosi setelah melihat raut wajah Jimin yang tidak biasa.

“Maaf, tapi aku akan pulang bersamanya.”

Layaknya seorang gentleman, Taeyong menepis tawaran Jimin. Taeyong berada tepat di hadapan Yuri. Mencegah bila terjadi kontak mata antara Yuri dan Jimin. Merasa berada di situasi yang tidak tepat, Yoona memilih untuk pergi. Meninggalkan ketiga orang dalam situasi menegangkan‒baginya.

“Benarkah?”

Jimin menaikkan satu alisnya. Tidak lupa dengan seringaian khas seorang Park Jimin. Taeyong tidak memberi jeda sedikitpun bagi Jimin untuk lepas dari tatapan mautnya. Untuk kali ini, Taeyong tidak akan membiarkan Jimin mengganggu Yuri.

“Kalau begitu, kenapa kita tidak pulang bersama saja?”

“Menaiki mobilku?”

Jimin menaikkan seringaiannya, “Tentu, bila kau mengijinkan.”

“Buruk,” Yuri bergumam pelan. Taeyong memfokuskan pandangannya pada jalanan. Jimin berada tepat di sampingnya, sesekali tersenyum aneh. Sementara Yuri berada di belakang. Mengambil tempat di tengah-tengah untuk mengamati apa yang kedua pemuda di depannya lakukan. Ia pikir, pulang bersama Taeyong akan membuahkan hasil yang cukup baik bagi hatinya. Selagi melupakan Jimin, ia pikir benih-benih cinta Taeyong akan tertanam dengan sendiri pada lubuk hatinya.

Namun, bila ia harus bersama dengan Park Jimin saat itu juga, maka semuanya hancur. Dinding pertahanannya yang telah terbangun sekiranya seperempat, kini perlahan runtuh. Wajah Park Jimin, mampu menghancurkan dunianya. Dengan begini, mencoba membalas perasaan Taeyong sama seulitnya seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Pada intinya, mustahil bila orang yang disukainya berada tepat bersamanya.

Taeyong mendapati ekpresi muram Yuri. Taeyong tahu apa yang Yuri pikirkan saat ini. Apa lagi jika bukan mengenai Park Jimin? Karena yang ia tahu dari Yoona, Yuri masih menyukai sosok Park Jimin seperti dulu. Saat seperti inilah yang membuat Taeyong gelisah.

Ah iya, sepertinya aku harus bertemu dengan Neulra. Dia teman adikku, kau tahu adikku satu kelasnya dengannya ‘kan? Aku harus meminjam buku catatan matematika yang ingin Sejin pinjam.”

Mendengar nama Neulra disebut, lantas Jimin menatap pemuda yang berada di sampingnya dengan bingung. Ia tidak mungkin bersama dengan Taeyong dan Yuri di saat hendak bertamu ke rumah Neulra. Saat ini, Jimin menjalin hubungan dengan Neulra.

Mengenai Kwon Yuri, Neulra tahu bahwa Yuri menyukai Jimin. Neulra akan sangat membenci Jimin bila mengetahui keduanya bersama. “Kau tidak perlu memutar arah Taeyong, Neulra itu tetanggaku. Rumahnya berada tepat di samping rumahku. Jadi, sekalian saja mengantarku dan berkunjung.”

Taeyong menyeringai, “Benarkah? Baiklah, aku tidak perlu memutar arah.”

“Tu-Tunggu!”

“Apa Park Jimin?”

Jimin tahu, Taeyong mengatur rencana ini dengan sedemikian rupa. “Aku akan turun, aku lupa aku harus bertemu dengan Taehyung. Kau bisa menurunkanku di sini,”

Ah, baiklah. Silahkan turun Park Jimin, aku tidak akan mencegahmu.”

Selanjutnya, Jimin turun dengan kepalan tangan. Berjanji, Taeyong akan mendapatkan balasannya besok.

“Kau bisa pindah Yuri,”

Eh? Pindah? Ke mana?”

Taeyong mendegus pelan. Menoleh ke arah gadis itu. “Kau bisa berada di sampingku, di samping kemudi.”

“Ta-Tapi…”

“Aku hanya ingin kau berada di sampingku, tidak bisa?”

“Taeyong…”

Tidak terdapat sebuah konversasi kecil antara keduanya. Taeyong yang sibuk mengemudi dan Yuri yang sibuk berkirim pesan dengan Yoona. Sekedar untuk menepis kecanggungan yang tercipta, Yuri memilih untuk bermain dengan ponselnya. Bersama dengan Lee Taeyong tentu bukan harapannya dulu. Taeyong meminta, maka Yuri tidak mungkin menolak permintaan pemuda tersebut.

Kediaman keluarga Kwon telah terlihat. Taeyong menepikan mobilnya. Yuri keluar sesaat setelah mobil berhenti. Sebelum ia masuk, ia berterima kasih kepada Taeyong.

“Terima kasih, Taeyong…”

Taeyong tersenyum tipis, ia mengangguk.

“Tunggu, bukankah kau ingin berkunjung ke rumah Neulra? Rumahnya tepat disebelahku, itu!” ujar Yuri sembari mengacungkan telunjuknya.

“Tidak,” Taeyong menggeleng. “Aku hanya berpura-pura agar si pendek itu tidak menumpang di mobilku.”

Ah begitu…” Yuri mengangguk seolah ia mengerti jalan pikiran Taeyong. Nyatanya tidak. “Kalau begitu, hati-hati.”

Hmm, aku akan menjemputmu besok. Pergi ke sekolah bersama, sepertinya baik.”

Yuri mengatupkan bibirnya. Dalam arti lain, saat ini Taeyong memberikan perhatian lebih kepadanya. Yuri tidak pernah menduga bahwa pemuda dingin seperti Taeyong akan melontarkan ajakan tersebut.

Gadis itu masih terdiam, hingga mobil Taeyong melaju. Yuri tersadar, kali ini ia tersenyum karena perlakuan Taeyong. Untuk saat ini, Yuri merasakan bahwa Taeyong benar-benar memiliki sisi lain yang sangat menghanyutkan.

Yuri melangkah. Membuka pagar besar kediaman Kwon. Sesuatu menginterupsinya. Membuat gadis itu menghentikan langkah dan mengingat siluet Taeyong.

“Bagaimana bisa dia mengetahui alamat rumahku?”

Jimin memutar pandangan jengah. Di hadapannya, kini seorang Park Neulra berdiri dengan pakaian minim. Yang anehnya tidak menarik hasrat seorang Park Jimin sama sekali. Biasanya, Jimin akan melakukan yang aneh-aneh kepada Neulra ketika gadis itu mengenakan pakaian minim dan ketat. Biasanya, nafsu liar Jimin akan membuncah. Namun untuk kali ini, Jimin bersikap sebaliknya. Seolah pemuda itu tidak pernah melakukan hal di luar dugaan yang luar bisa menjijikkan.

Oppa? Kau kenapa? Apa yang terjadi padamu?” Neulra nampak khawatir. Gadis cantik itu menampilkan seraut kekecewaan kala Jimin tidak bersikap seperti biasanya. Dan saat itu pula Jimin bergumam dalam hati, ‘Dasar manja!’.

“Sepertinya, aku sedikit demam.”

“Benarkah?” Tanggapan gadis itu berbeda dari kebanyakan orang. Bukannya mengecek suhu badan Jimin, gadis itu justru mengecup seluruh permukaan wajah Jimin. Sukses membuat Jimin malas. Ia tidak mengira bahwa gadis barunya se-agresif ini dalam melakukan sesuatu. “Apa kau merasa lebih baik oppa?

Jimin tidak menjawab. Yang pemuda itu lakukan, hanya diam kemudian beranjak pergi. Meninggalkan Neulra di motel yang hampir setiap hari disewanya. Mulai detik ini, ia menajamkan presepsi baru.

“Aku harus membuatnya menyukaiku lagi.”

Pagi tadi, setelah sukses mendapatkan tatapan tajam dari seisi sekolah, Yuri harus berhadapan dengan sosok Park Jimin. Cukup dengan kehadirannya bersama dengan Taeyong sewaktu tiba di sekolah. Betapa takutnya Yuri saat itu. Penggemar Taeyong yang luar bisa mengerikan memberikannya tatapan mematikan. Untung saja, langkah Taeyong cukup cepat. Sehingga Yuri mampu mensejajarinya dan lekas berada di kelas.

Biar begitu, ia tidak menduga bahwa bertemu dengan Park Jimin secara pribadi di atap merupakan suatu keajaiban. Perlahan, ia mulai menepis nama Jimin. Melihat kesungguhan Taeyong padanya membuat nama Park Jimin mulai memudar. Dan Yuri bersyukur untuk itu. Karena ia tidak perlu merasakan sakit ketika melihat Park Jimin dengan gadis lain bermesraan.

“Ada masalah apa Jimin?”

Jimin menyembunyikan sesuatu di balik tubuhnya, Yuri tahu itu. Jimin tersenyum manis. Senyum yang pernah Yuri harapkan dulu. Saat ia masih menyimpan nama Jimin dengan baik. “Aku ingin mengatakan sesuatu padamu Yul,”

Yuri terkesiap. Tidak pernah menduga bahwa Jimin akan memanggilnya seperti itu. Jimin senantiasa tersenyum. Membuat Yuri berpikir lebih untuk menebak apa yang Jimin bawa di balik tubuhnya. Hal yang mengejutkan, pemuda itu berlutut dengan satu kaki. Mengeluarkan setangkai bunga mawar merah kesukaan Yuri.

“Apa kau mau menjadi kekasihku?”

Yuri tercekat. Perkataan yang sedari dulu dinantinya kini terlontar dengan sendirinya. Yuri merasa nyeri. Tepat pada ulu hatinya.

“Kenapa?”

Senyum Jimin memudar. Tergantikan oleh tatapan penuh tanda tanya.

“Kenapa kau baru mengatakan semua ini Jimin? Apa kau tidak tahu bahwa selama ini aku menunggumu untuk mengatakannya?”

Senyum Jimin hampir mengembang sepenuhnya. Hampir saja pemuda itu menampakkan kebahagiaannya. Tidak hingga, sosok Taeyong dan perkataan Yuri membuat dirinya kalah.

“Kenapa kau mengatakannya di saat aku menginginkan Taeyong berada di sisiku?”

Taeyong membatu. Mendengar perkataan Yuri membuat Taeyong tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Taeyong melangkah pelan. Memperpendek jarak yang antara dirinya dengan Yuri.

Yuri menatap Jimin dengan adanya getaran kecil pada kepalan tangannya. Jimin mengenyahkan posisi berlututnya. Yang dikira mampu menciptakan suasana dramatis. Nyatanya, Jimin seperti pengganggu untuk saat ini.

Yuri membeku ketika sepasang tangan kekar melingkar di pinggangnya. Pula, ia merasakan bahwa kepala seseorang berada di bahu kananya. Aroma khas pemuda yang kehadirannya sangat diinginkan. Lee Taeyong. Memeluknya dari belakang.

Jimin melenggang. Membiarkan sepasang insan tersebut saling bertukar pendapat‒kiranya.

Taeyong melepas pelukan kecilnya. Membalikkan tubuh Yuri. Gadis itu menahan sesuatu terjatuh dari pelupuk matanya. Air mata? Taeyong membenci sebuah tangisan. Terlebih tangisan tersebut berasal dari gadis yang dicintainya. Taeyong berharap, Yuri tidak akan menggoyahkan bendungannya.

“Apa yang kau katakan itu benar?”

Taeyong menatap Yuri lamat. Desiran aneh kembali merajalela pada diri Yuri.

“Apa ada alasan lain bagiku untuk mengatakan tidak?”

Taeyong mendekap gadis itu seerat mungkin. Seolah tidak ingin gadis itu pergi. Selama ini, perjuangannya tidak sia-sia. Mengagumi gadis itu dalam diam merupakan hal terburuk yang harus Taeyong lakukan. Sisi baiknya, hal tersebut telah ditepisnya dengan baik.

“Kau membuatku gila Yul, aku mencintaimu.”

Yuri mendongakkan kepalanya, “Apa terlalu cepat bagiku untuk menjawab bahwa aku juga mencintaimu?”

“Tidak. Bahkan aku akan sangat senang mendengarnya,”

Dan Yuri tersenyum manis, “Aku mencintaimu Taeyong~”

END

Dan apalah daya dakuh cuman bisa mengagumi mas Taeyong dalam diam.

Maafkan dakuh suka buat yang aneh, dan apaan endingnya nggak memuaskan banget.
Yah maklum lagi kena writer block pas nyelesein ff ini,
Semoga para YulTae shipper puas ya?

Bye~ ©Firda©

13 thoughts on “Insane (Oneshoot)

  1. Ihiwwww taeyong akhirnya dapetin yuri juga setelah sekian lama menunggu, berharap, dan mengagumi yuri secara diam-diam 😀 .. usaha taeyong gak sia-sia deh

    Yuri akhirnya dapet cinta yang baru dari taeyong .. dan bisa ngilangin perasaannya ke jimin uhuyy

    Jimin sadar ? #senyumsetan
    Kasian banget jimin .. udah sadar, abis itu nyatain perasaannya ke yuri, ehhh malah di tolak

    Liked by 1 person

  2. Woah akhirnya update juga ya.
    Taeyong sweet bangetya n akhirnya yul unnie menyadari persaannya.
    Ditunggu ff yg lain.fighting

    Like

  3. Bikin senyum” sendiri heheh
    Sukurin tuh si Jimin abis ga pernah sadar sih jadi Yuri nya pergi kan(?)
    Feel nya dapet deh thor 😂
    Disini Taeyong gentle deh gak kaya Jimin wk. Udah dapet Neulra malah mau dapetin Yuri, selama ini dia kemana(?)
    Semangat buat karya selanjutnya thor

    Liked by 1 person

Leave a comment